Cari Blog Ini

Desember 06, 2011

MAKALAH

BERBAHASA  INDONESIA  YANG BAIK DAN BENAR
ABSTRAKSI
          
Bahasa adalah kunci pokok bagi kehidupan didunia ini,karena bahasa merupakan alat interaksi dan alat komunikasi bagi manusia. Untuk itu kita harus dapat mengetahui apa itu bahasa yang baik dan benar dan bagaimana bahasa Indonesia yang baik dan benar. Bahasa yang baik dan benar adalah bahasa yang sesuai dengan aturan  tata kaidah bahasa Indonesia yang baku dan sesuai dengan aturan bahasa Indonesia.Dengan tujuan agar kita dapat berbahasa Indonesia yang baik dan benar,yaitu dengan cara kita mengetahui tataran kebahasaan,tataran kebahasaan meliputi tata bunyi (fonologi), fonologi itu sendiri terdiri dari fonetik dan fonemik, selanjutnya kita harus mengetahui tata bahasa(kalimat),kosa kata,ejaan dan arti makna itu sendiri.
              Berbahasa Indonesia yang baik juga harus mengatahui bagaimana berbahasa teratur dan berfikir teratur,kerancuan berbahasa juga sangat diperhatikan,karena awal dari bahasa yang tidak benar adalah karna diawali oleh kerancuan berbahasa. Kemudian yang harus diperhatikan adalah kesejajaran dalam kalimat, kesalahan ejaan, kesalahan struktur kalimat serta kesalahan diksi. Kesalahan diksi disebabkan kesalahan kalimat yang disebabkan oleh kesalahan pemakaian kata. Kesalahan pemakaian kata meliputi pemakaian kata tidak tepat,pemakaian kata berpasangan,pemakaian dua kata,dan kesalahan ejaan. Maka dari itu kita sebagai warga negara Indonesia harus bisa menjaga keaslian berbahasa Indonesia yang baik dan benar, karena dipandangnya suatu bangsa itu tidak lepas dari bagaimana kita menggunakan bahasa yang dapat dipahami atau mudah dimengerti oleh bangsa lain dan kita sebagai warga negara Indonesia harus bisa menjaga keaslian berbahasa Indonesia yang baik dan benar yang sesuai dengan tata kaidah berbahasa.



KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis sampaikan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat kemurahanNya makalah ini dapat penulis selesaikan sesuai yang diharapkan. Dalam makalah ini penulis membahas “BERBAHASA INDONESIA YANG BAIK DAN BENAR”, suatu bentuk linguistik yang membahas tentang bagaimana berbahasa Indonesia yang baik dan benar. Makalah ini adalah tugas terstruktur mata kuliah bahasa Indonesia semester satu. Dalam proses pendalaman materi tentang makalah , tentunya kami mendapatkan bimbingan, arahan, koreksi dan saran, untuk itu rasa terima kasih yang dalam-dalamnya kami sampaikan :
a.       Drs. Mulyono, M.pd selaku dosen pengampu mata kuliah“BAHASA INDONESIA”
b.      Rekan-rekan mahasiwa yang telah banyak memberikan masukan untuk makalah ini.
Demikian makalah ini saya buat semoga bermanfaat,


Kudus,           November 2011        

                                                                                    Penyusun




DAFTAR ISI

ABSTRAKSI ...........................................................................................  1
KATA PENGANTAR .............................................................................  2
DAFTAR ISI ...........................................................................................  3
BAB  I  PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang ..........................................................................  5
1.2  Rumusan Masalah .....................................................................  5
1.3  Tujuan Penulisan .......................................................................  6
BAB  II  PEMBAHASAN
2.1     Tataran Kebahasaan ................................................................  7
2.1.1        Tata Bunyi (fonologi) ................................................  7
2.1.2        Tata Bahasa (kalimat) ................................................  7
2.1.3        Kosa Kata ..................................................................  8
2.1.4        Ejaan ..........................................................................  8
2.1.5        Makna ........................................................................  9
2.2   Berbahasa Indonesia yang Baik dan Benar ..............................  9
2.2.1        Bahasa Teratur dan Berpikir Teratur .........................  10
2.2.2        Kerancuan Berbahasa ................................................  11
2.2.3        Kesejajaran dalam Kalimat ........................................  11
2.2.4        Kesalahan Ejaan ........................................................ 12
2.2.5        Kesalahan Struktur Kalimat ...................................... 12

2.3    Kesalahan Diksi ....................................................................... 12
2.3.1          Pemakaian Kata Tidak Tepat ................................... 12
2.3.2          Pemakaian Kata Berpasangan ................................. 13
2.3.3          Pemakaian Dua Kata ............................................... 13
   2.3.4       Kesalahan Ejaan ...................................................... 14
BAB  III  PENUTUP
3.1     Kesimpulan ........................................................................... 15
3.2     Saran ..................................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. 16














BAB I
PENDAHULUAN
1.1     Latar  Belakang
                Bahasa adalah kunci pokok bagi kehidupan manusia di atas dunia ini, karena dengan bahasa orang bisa berinteraksi dengan sesamanya dan bahasa merupakan sumber daya bagi kehidupan bermasyarakat. Adapun bahasa dapat digunakan apabila saling memahami atau saling mengerti erat hubungannya dengan penggunaan sumber daya bahasa yang kita miliki. Kita dapat memahami maksud dan tujuan orang lain berbahasa/berbicara apabila kita mendengarkan dengan baik apa yang diakatakan. Untuk itu keseragaman berbahasa sangatlah penting, supaya komunikasi berjalan lancar. Maka dari itu bangsa Indonesia pada tahun 1945 menetapkan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara yang dituangkan dalam Undang-Undang Dasar 1945, dan sampai sekarang pemakaian bahasa Indonesia makin meluas dan menyangkut berbagai bidang kehidupan.
          Kita sebagai generasi muda, marilah kita pelihara bahasa Indonesia ini, mengingat akan arti pentingya bahasa untuk mengarungi kehidupan masa globalisasi, yang menuntuk akan kecerdasan berbahasa, berbicara, keterampilan menggunakan bahasa dan memegang teguh bahasa Indonesia, demi memajukan bangsa ini, supaya bangasa kita tidak dipandang sebelah mata oleh bangsa lain. Maka dari itu disini penulis akan mencoba menguraikan tentang “Berbahasa Yang Baik Dan Benar”
1.2  Rumusan Masalah
1.      Apa sajakah yang termasuk  tataran kebahasaan dalam menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar?
2.      Bagaimana cara berbahasa indonesia yang baik dan benar?
3.      Apa sajakah yang termasuk kesalahan diksi dalam berbahasa Indonesia yang baik dan benar?
1.3  Tujuan Penulisan
1.      Untuk mengetahui apa saja tataran kebahasaan  dalam berbahasa
2.      Untuk mengetahui bagaimana berbahasa Indonesia yang baik dan benar
3.      Untuk mengetahui apa saja yang termasuk kesalahan diksi dalam berbahasa Indonesia yang baik dan benar
                                                                     



















BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Tataran Kebahasaan
    2.1.1   Tata bunyi (fonologi)
          Fonologi pada umumnya dibagi atas dua bagian yang meliputi :
 1. Fonetik
       Pengertian Fonetik adalah ilmu yang menyelidiki dan menganalisa bunyi-bunyi ujaran yang dipakai dalam tutur, serta mempelajari bagaimana menghasilkan bunyi-bunyi tersebut dengan alat ucap manusia.
2. Fonemik
Adapun Fonemik itu sendiri adalah ilmu yang mempelajari bunyi-ujaran dalam fungsinya sebagai pembeda arti. Kalau dalam fonetik kita mempelajari segala macam bunyi yang dapat dihasilkan oleh alat ucap serta bagaimana tiap-tiap bunyi itu dilaksanakan, maka dalam fonemik kita mempelajari dan menyelidiki kemungkinan-kemungkinan, bunyi-bunyi yang dapat mempunyi fungsi untuk membedakan arti.

2.1.2  Tata bahasa (kalimat)
Masalah definisi atau batasan kalimat tidak perlu dipersoalkan karena sudah terlalu banyak definisi kalimat yang telah dibicarakan oleh ahli bahasa. Yang lebih penting untuk diperhatikan ialah apakah kalimat-kalimat yang klita hasilkan dapat memenuhi syarat sebagai kalimat yang benar (gramatikal). Selain itu, apakah kita dapat mengenali kalimat-kalimat gramatikal yang dihasilkan orang lain. Dengan kata lain, kita dituntut untuk memiliki wawasan bahasa Indonesia dengan baik agar kita dapat menghasilkan kalimat-kalimat yang gramatikal dalam komunikasi baik lisan maupun tulis, dan kita dapat mengenali kalimat-kalimat yang dihasilkan orang lain apakah gramatikal atau tidak.
Suatu pernyataan merupakan kalimat jika di dalam pernyataan itu terdapat predikat dan subjek. Jika dituliskan, kalimat diawali dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda titik, tanda seru, atau tanda tanya. Pernyataan tersebut adalah pengertian kalimat dilihat dari segi kalengkapan gramatikal kalimat ataupun makna untuk kalimat yang dapat mandiri, kalimat yang tidak terikat pada unsure lain dalam pemakaian bahasa. Dalam kenyataan pemakaian bahasa sehari-hari terutama ragam lisan terdapat tuturan yang hanya terdiri dari atas unsur subjek saja, predikat saja, objek saja, atau keterangan saja.

2.1.3  Kosa kata
Dalam menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar, kita dituntut untuk memilih dan menggunakan kosa kata bahasa yang benar. Kita harus bisa membedakan antara ragam bahasa baku dan ragam bahasa tidak baku, baik tulis maupun lisan.
Ragam bahasa dipengaruhi oleh sikap penutur terhadap kawan bicara (jika lisan) atau sikap penulis terhadap pembaca (jika dituliskan). Sikap itu antara lain resmi, akrab, dingin, dan santai. Perbedaan-perbedaan itu tampak dalam pilihan kata dan penerapan kaidah tata bahasa. Sering pula raga mini disebut gaya. Pada dasarnya setiap penutur bahasa mempunyai kemampuan memakai bermacam ragam bahasa itu. Namun, keterampilan menggunakan bermacam ragam bahasa itu bukan merupakan warisan melainkan diperoleh melalui proses belajar, baik melalui pelatihan maupun pengalaman. Keterbatasan penguasaan ragam/gaya menimbulkan kesan bahwa penutur itu kurang luas pergaulannya.
Jika terdapat jarak antara penutur dengan kawan bicara (jika lisan) atau penulis dengan pembaca (jika ditulis), akan digunakan ragam bahasa resmi atau apa yang dikenal bahasa baku. Makin formal jarak penutur dan kawan bicara, akan makin resmi dan berarti makin tinggi tingkat kebakuan bahasa yang digunakan. Sebaliknya, makin rendah tingkat keformalannya, makin rendah pula tingkat kebakuan bahasa yang digunakan.

2.1.4  Ejaan
Dalam bahasa tulis kita menemukan adanya bermacam-macam tanda yang digunakan untuk membedakan arti sekaligus sebagai pelukisan atas bahasa lisan. Segala macam tanda tersebut untuk menggambarkan perhentian antara , perhentian akhir, tekanan, tanda Tanya dan lain-lain. Tanda-tanda tersebut dinamakan tanda baca.
Ejaan suatu bahasa tidak saja berkisar pada persoalan bagaimana melambangkan bunyi-bunyi ujaran serta bagaimana menempatkan tanda-tanda baca dan sebagainya, tetapi juga meliputi hal-hal seperti: bagaimana memotong-motong suku kata, bagaimana menggabungkan kata-kata, baik dengan imbuhan-imbuhan maupun antara kata dengan kata. Pemotongan itu harus berguna terutama bagaimana kita harus memisahkan huruf-huruf itu pada akhir suatu baris, bila baris itu tidak memungkinkan kita menuliskan seluruh kata di sana. Kecuali itu, penggunaan huruf kapital juga merupakan unsur penting yang harus diperhatikan dalam penulisan dengan ejaan yang tepat.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa keseluruhan peraturan bagaimana menggambarkan lambing-lambang bunyi-ujaran dan bagaimana inter-relasi antara lambang-lambang itu (pemisahannya, penggabungannya) dalam suatu bahasa disebut ejaan.

2.1.5   Makna
Pemakaian bahasa yang benar bertalian dengan ketepatan menggunakan kata yang sesuai dengan tuntutan makna. Misalnya, dalam bahasa ilmu tidak tepat digunakan kata-kata yang bermakna konotatif (kata kiasan tidak tepat digunakan dalam ragam bahasa ilmu). Jadi, pemakaian bahasa yang benar adalah pemakaian bahasa yang sesuai dengan kaidah-kaidah bahasa.
Kriteria pemakaian bahasa yang baik adalah ketepatan memilih ragam bahsa yang sesuai dengan kebutuhan komunikasi. Pemilihan ini bertalian dengan topik apa yang dibicarakan, tujuan pembicaraan, orang yang diajak berbicara (kalau lisan) atau orang yang akan membaca (kalau tulis), dan tempat pembicaraan. Selain itu, bahasa yang baik itu bernalar, dalam arti bahwa bahasa yang kita gunakan logis dan sesuai dengan tata nilai masyarakat kita

2.2  Berbahasa Indonesia yang Baik dan Benar
2.2.1  Bahasa Teratur dan Berpikir Teratur
Seseorang akan dianggap berpikir teratur jika dalam kesehariannya ia biasa berbahasa teratur. Hal itu tercermin dari kemampuannya menggunakan bahasa yang baik dan benar.
Beberapa pertanyaan berikut ini dapat membantu kita menilai tertib tidaknya bahasa yang kita gunakan, misalnya, dalam tulisan kita.
Apakah setiap kata yang kita gunakan sudah benar-benar kita pahami maknanya? Apakah kata yang mubazir, yang tidak perlu, tidak kita gunakan?
            Apakah hubungan antarkata dalam kalimat dan antarkalimat dalam paragraf tidak menimbulkan tafsiran ganda (ambiguitas)? Apakah hubungan antarkata dalam kalimat dan antarkalimat dalam paragraf mengungkapkan hubungan antargagasan yang konsisten, yang tidak saling bertentangan? Apakah kata sudah kita tulis dengan tepat dan tanda baca kita gunakan dengan tepat pula? Jika kita jawab pertanyaan itu dengan ya, kita telah menggunakan bahasa secara tertib.
Berikut ini contoh paragraf yang telah menggunakan bahasa secara lebih tertib.
Pandangan penduduk asli terhadap pendatang selalu bergantung kepada apa yang menjadi tujuan kedatangan pendatang dan bagaimana kemampuan serta perilaku pendatang itu. Bila pendatang itu datang dengan tujuan baik, orang yang pintar, dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan penduduk asli, dan berkelakuan baik, maka masyarakat penduduk asli akan menghormati dan mau bekerja dengannya.

2.2.2  Keracunan Berbahasa
Kesukaran itu antara lain disebabkan oleh pemakaian susunan kalimat yang tidak teratur dan penyampaian pikiran atau gagasan yang tidak teratur pula. Perhatikan kutipan berikut.
Di sekolah putra dan putri bangsa dididik. Mereka agar memiliki pengetahuan dan keterampilan. Mereka agar berbudi luhur. Mereka agar sehat jasmani dan rohaninya.
Kutipan itu menggunakan sebuah kalimat yang dipenggal menjadi empat bagian kalimat. Bagian pertama merupakan sebuah kalimat. Bagian kedua, ketiga, dan keempat masing-masing merupakan suku kalimat, bukan merupakan sebuah kalimat.

2.2.3  Kesejajaran Dalam Kalimat
Ketertiban bahasa yang digunakan seseorang, misalnya dalam suatu karangan terlihat dalam kepaduan susunan kalimat yang digunakannya. Unsur-unsur kalimat yang digunakannya saling berhubungan secara padu dan dapat mengungkapkan pikiran atau gagasan yang padu pula. Kepaduan susunan kalimat dapat tercipta apabila kalimat disusun antara lain berdasarkan asas kesejajaran bentuk bahasa.
Kesejajaran dalam kalimat berkaitan dengan kesejajaran beberapa bentuk bahasa yang biasanya dihubungkan dengan kata penghubung seperti dan, atau, bahwa, karena, dan yang dalam sebuah kalimat.

2.2.4  Kesalahan Ejaan
Ejaan turut menentukan kebakuan dan ketidakbakuan kalimat. Karena ejaannya benar, sebuah kalimat dapat menjadi baku dank arena ejaannya salah, sebuah kalimat dapat menjadi tidak baku. Kesalahan ejaan biasanya terjadi pada: penggunaan tanda koma yang salah, dan kesalahan penulisan sapaan.

2.2.5  Kesalahan Struktur Kalimat
Bentuk-bentuk yang strukturnya sudah benar merupakan kalimat baku, sedangkan bentuk-bentuk yang strukturnya masih salah merupakan kalimat tidak baku.

2.3   Kesalahan Diksi
Kesalahan diksi ini meliputi kesalahan kalimat yang disebabkan oleh kesalahan pemakaian kata. Berikut dikemukakan beberapa diksi yang belum dibicarakan pada bab sebelumnya.
2.3.1        Pemakaian Kata Tidak Tepat
Ada beberapa kata yang digunakan secara tidak tepat. Kata dari atau daripada sering digunakan secara tidak tepat, seperti yang terdapat dalam contoh berikut.
Hasil daripada penjualan saham akan digunakan untuk memperluas Bidang Usaha.
Kalimat diatas itu seharusnya tanpa kata daripada karena kata daripada digunakan untuk membandingkan dua hal. Misalnya, tulisan itu lebih baik daripada tulisan saya. Di dalam kalimat berikut juga terdapat pemakaian kata secara tidak benar.
2.3.2        Pemakaian Kata Berpasangan
        Ada sejumlah kata yang pemakaiannya berpasangan (disebut juga konjungsi korelatifa), seperti, baik … maupun …, bukan … melainkan …, tidak … tetapi …, antara … dan …. Di dalam contoh-contoh berikut dikemukakan pemakaian kata berpasangan secara tidak tepat.
Pemakaian kata berpasangan tidak tepat
Baik pedagang ataupun konsumen masih menunggu kepastian harga sehingga tidak terjadi transaksi jual beli.
Perbaikan
Baik pedagang maupun konsumen masih menunggu kepastian harga sehingga tidak terjadi transaksi jual beli.
2.3.3        Pemakaian  Dua Kata
Didalam kenyataan terdapat pemakaian dua kata yang makna dan fungsi kurang lebih sama. Kata-kata yang sering dipakai secara serentak itu, bahkan pada posisi yang sama, antara lain ialah adalah merupakan, agar supaya, demi untuk, seperti misalnya, atau daftar nama-nama.
Pemakaian dua kata yang tidak benar.
·         Peningkatan mutu pemakaian bahasa Indonesia adalah merupakan kewajiban kita semua.

Perbaikan
·         Peningkatan mutu pemakaian bahasa Indonesia adalah tugas kita bersama.
2.3.4  Kesalahan Ejaan
Di dalam kenyataan pemakaian bahasa masih banyak kesalahan bahasa yang disebabkan oleh kesalahan penerapan ejaan, terutama tanda baca. Penyebabnya antara lain, ialah adanya perbedaan konsepsi pengertian tanda baca di dalam ejaan sebelumnya dengan ejaan yang berlaku sekarang. Di dalam ejaan sebelumnya tanda baca diartikan sebagai tanda bagaimana seharusnya membaca tulisan. Misalnya, tanda koma merupakan tempat perhentian ssebentar (jeda) dan tanda tanya menandakan inotasi naik. Hal seperti itu sekarang tidak seluruhnya dapat dipertahankan. Misalnya, antara subjek predikat terdapat jeda dalam membaca, tetapi tidak dipakai tanda koma jika bukan yang mengapit keterangan tambahan atau keterangan aposisi.








BAB III
PENUTUP
3.1     Kesimpulan
Dari uraian singkat di atas maka kita bisa menarik kesimpulan/penulis mencoba memberikan kesimpulan berdasarkan data-data dan fakta dilapangan menunjukkan masih banyak orang-orang tidak memahami pemakain bahasa Indonesia yang baik dan benar sesuai dengan kaidah-kaidah yang benar. Jadi dilhat dari fungsinya bahasa merupakan jantung dari kehidupan ini karena tanpa bahasa kita tidak akan bisa berinteraksi sesama yang lain.
Maka dari itu kita sebagai warga negara Indonesia harus bisa menjaga keaslian berbahasa Indonesia yang baik dan benar, karena dipandangnya suatu bangsa itu tidak lepas dari bagaimana kita menggunakan basaha yang dapat dipahami atau mudah dimengerti oleh bangsa lain. Mudah-mudahan uraian singkat diatas dapat memberikan manfaat bagi pembaca. Saran dan kritik yang sifatnya membangun selalu penulis harapkan, demimikianlah makalah kami ini yang berjudul ”Berbahasa Indonesia Yang Baik Dan Benar”. Terima kasih atas bimbingan dari dosen kami dan kritik dari teman-teman semua.

3.2.    Saran
1.      Seharusnya warga Indonesia menggunakan bahasa Indonesia yang  baik dan benar
2.      Seharusnya pelajar dapat membiasakan untuk menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar
3.      Seharusnya remaja tidak menggunakan bahasa plesetan seperti bahasa gaul dan bahasa alay
4.      Seharusnya kita sebagai warga negara Indonesia harus menjaga keaslian berbahasa Indonesia yang baik dan benar

DAFTAR PUSTAKA

Badudu, J.S. 1983. Inilah Bahasa Indonesia yang Benar. Jakarta: Gramedia.
Effendi, S. 1995. Panduan Berbahasa Indonesia Dengan Baik dan Benar. Jakarta: Pustaka Jaya.







contoh makalah tentang SENI ANYAM

BAB I
PENDAHULUAN


  1. Latar Belakang Masalah

            Seni anyam sudah ada sejak dahulu kala, hingga sekarangpun masih akrab dalam kehidupan masyarakat. Bahkan hampir di seluruh nusantara terdapat home industri pengrajin barang anyam-anyaman. Maka bisa dikatakan seni anyam termasuk kategori warisan budaya yang harus dilestarikan.
Hal demikian, sangatlah bertolak belakang dengan kondisi keberadaan di desa Jepang Pakis. Akhir-akhir ini perkembangan di desa tersebut mengalami penurunan dari tahun ke tahun, sehingga hal tersebut tentu sangat mempengaruhi baik dari segi budaya maupun dari perekonomian masyarakat, akibatnya berbagai barang kerajinan anyaman semakin tergeser kedudukannya dari pasaran.
            Fenomena tersebut banyak menimbulkan pertanyaan yang akhirnya mendorong penulis untuk melakukan observasi. Penulis berharap dengan tindakan tersebut dapat menemukan jawaban yang sesuai dengan data-data dari lapangan. Selain itu penulis juga ingin mengetahui lebih jauh mengenai seni budaya yang ada di kota Kudus, karena sudah menjadi kewajiban bagi generasi penerus bangsa untuk mempertahankan berbagai kebudayaan yang telah ada tetap dilestarikan dan berusaha menghidupkan kembali kebudayaan yang hampir punah.

  1. Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang akan dibahas dalam karya tulis ini adalah :
1.      Bagaimana sejarah seni anyam bambu di desa Jepang Pakis
2.      Macam-macam seni anyam bambu dan teknik pembuatannya
3.      Bagaimana pengaruh seni anyam bambu terhadap perekonomian masyarakat di desa Jepang.

  1. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan karya tulis dengan judul “KEBERADAAN SENI ANYAM BAMBU DI DESA JEPANG PAKIS” adalah :
1.      Untuk memenuhi salah satu syarat mengikuti Ujian Nasional (UN) Madrasah Aliyah Negeri 2 Kudus tahun pelajaran 2010/2011
2.      Mengetahui keberadaan seni anyam bambu di desa Jepang Pakis pada zaman modern ini
3.      Penulis mengharapkan agar karya tulis ini dapat memberi manfaat bagi pembaca untuk menambah wawasan ilmu pengetahuan




  1. Manfaat Penulisan
Adapun manfaat penulisan karya tulis ini adalah :
1.      Dapat mengetahui kondisi keberadaan seni anyam bambu tradisional di desa Jepang Pakis di tengah-tengah kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (zaman modern) seperti saat ini.  
2.      Memberi gambaran mengenai pengaruh seni anyam bambu terhadap kehidupan perekonomian masyarakat di desa Jepang Pakis.
3.      Mengetahui faktor-faktor pendukung maupun penghambat bagi pelestarian seni anyam bambu di desa Jepang Pakis.


  1. Metode Penelitian
Untuk memperoleh data-data yang akurat, penulis menggunakan metode :
  1. Interview
            Interview yaitu penulis melakukan wawancara langsung dengan nara sumber.
  1. Observasi
            Observasi yaitu dara yang diperoleh peneliti dengan mengamati objek penelitian secara langsung.

  1. Sistematika Penulisan
Karya tulis disusun dalam 4 bab meliputi :
BAB I berisi tentang penduhuluan yang terdiri dari : latar belakang masalah, Rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penelitian dan sistematika penulisan.
BAB II berisi tentang landasan teori yang terdiri dari : pengertian seni anyam bambu, sejarah seni anyam bambu, macam-macam seni anyam bambu dan tekniok pembuatannya.
BAB III berisi tentang pembahasan yang terdiri dari : keberadaan seni anyam bambu di desa Jepang Pakis, pengaruh seni anyam bambu terhadap perekonomian masyarakat di desa Jepang Pakis, perkembangan seni anyam bambu, faktor pendukung dan faktor penghambat.
BAB IV berisi tentang penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran.












BAB II
LANDASAN TEORI

  1. Pengertian Seni Anyam
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia seni adalah keahlian membuat karya yang bermutu dengan keahlian yang luar biasa, kesanggupan akal untuk menciptakan sesuatu yang bernilai tinggi. (Hasan Alwi : 2002)
Adapun anyam menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah mengatur, tindih menindih dan silang menyilang, melakukan pekerjaan menganyam. Sedangkan pengertian seni anyam merupakan kerajinan yang telah menyatu dengan kegiatan sehari-hari masyarakat pedesaaan. (Didi Wiraatmaja : 2006 )

  1. Sejarah Seni Anyam
Pada awalnya, seni anyam dipercayai sebagai seni kerajinan tangan yang muncul dan berkembang tanpa adanya pengaruh dari luar. Pada zaman dahulu, kegiatan menganyam ini dilakukan oleh kaum perempuan untuk mengisi waktu senggang dan bukan sebagai mata pencaharian utama. Pekerjaan kaum perempuan ini menghasilkan kerajinan tangan yang dijadikan alat untuk kebutuhan sendiri atau sebagai hadiah untuk anak, saudara dan kerabat dekat sebagai tanda terima ksasih atau kenang – kenangan. Seorang perempuan dianggap tidak mempunyai sifat kewanitaan yang lengkap jika ia tidak mahir dalam seni anyaman. (Muhammad Yayung : 2010)
Proses menganyam biasanya dijalankan oleh kaum perempuan, sedangkan kaum pria hanya membantu mencari dan mengumpulkan bahan anyam. Dahulu kegiatan produksi anyam biasanya dilakukan secara individu atau secara kecil-kecilan yang merupakan suatu usaha ekonomi bagi orang – orang desa.
Setiap daerah menggunakan bagan dan pola khasnya masing-masing. Misalnya, karena di pulau Kalimantan, Sumatra dan Sulawesi banyak rotan, maka rotan dianyam menjadi tikar, topi, keranjang dan bermacam-macam perabot rumah tangga. Di Jawa, Madura dan Bali bambu dianyam menjadi keranjang. Supaya dapat digunakan sebagai tempat penampungan air, keranjang itu dilumuri dengan aspal.
Saat ini seni anyam bambu semakin berkembang. Bentuk anyaman dan polanya semakin menarik denganhiasan dan warna yang beragam. Banyak warga perkotaan yang tertarik dengan kerajinan anyam ini. Sekarang ini, seni anyam tidak sekedar memenuhi kebutuhan rumah tangga saja. Tetapi juga sudah menjadi barang seni yang bernilai tinggi.

  1. Macam-macam Seni Anyam Bambu Serta Teknik
Pembuatannya
Di Kudus terdapat macam-macam seni anyam bambu yang terdapat di desa Jepang Pakis, diantaranya besek, ekrak, kepang, tumbu gula, kronjot serta anyaman bambu lainnya. Cara pembuatan besek yaitu ambil bambu yang utuh, lalu potong menjadi beberapa bagian, kurang lebih 40 cm, dari bambu yang terbagi kecil-kecil itu ditipiskan menjadi kurang lebih 15 buah, lalu bambu yang sudah ditipiskan itu dijemur biar tidak berjamur. Kemudian bambu dianyam dengan cara 8 di horisontal lalu dianyam dengan diambil 2 tinggal 2 terus menerus. Dari lembaran anyaman tersebut dibekuk atau dinaikkan keatas sehingga membentuk anyamanberbentuk cekung dan sisa-sisa bambu tipis yang belum rapi atau masih tidak teratur, dipotongi agar menjadi rapi dan hasilnya membentuk anyaman cekung yang telah siap dipakai. (Subadi, 10 Oktober 2010, Jepang Pakis)

  1. Perkembangan Seni Anyam
Akhir-akhir ini, warta tentang lenyapnya benda-benda bersejarah memadati dalam ruang informasi. Karena penjualan barang-barang antik ini memang laku keras, sebab nilai artistik serta sejarah yang tinggi turut menentukan nilai jualnya. Minimnya penghargaan terhadap nilai sejarah bangsa ini semakin terlihat ketika benda-benda tersebut mulai lenyap. Bahkan di Kudus, misalnya benda-benda hasil kerajinan anyam bambu sekarang satu persatu mulai punah seiring dasarnya arus zaman.
Caping Kudus misalnya, simbol kebudayaan masyarakat kota Kudus ini memang sudah sangat jarang ditemui di tempat-tempat umum, karena benda ini secara fungsional dapat digantikan dengan benda yang lebih modern seperti hlnya topi. Sekarang benda ini dapat kita jumpai hanya ketika ada acara resmi, seperti perayaan 17 Agustus, Upacara kehormatan dan acara kreasi seni di kota Kudus. Padahal, dulunya benda ini sering terlihat di sawah ataupun kebun karena mayoritas masyarakat Kudus dulunya berprofesi sebagai petani. Maka caping adalah satu-satunya alat bagi masyarakat yang dipakai untuk melindungi diri dari sengatan matahari. Akibatnya, banyak masyarakat Kudus khususnya di desa Jepang Pakis yang sebagian besar memanfaatkan peluang bisnis tersebut. Akan tetapi seiring berjalannya waktu menuju arus modernisasi, benda tersebut mulai lenyap dari peredarannya.
Demikian pula dengan barang kerajinan anyam bambu lainnya yang juga bernasib sama yaitu tempat nasi telah digantikan oleh ceting, ekrak telah digantikan dengan sampah plastik, tampah telah digantikan oleh nampan dan masih banyak barang kerajinan anyam bambu yang lainnya. Sehingga sekarang keberadaan para pengrajin anyam bambu di Kudus turut berkurang bahkan menghilang. Jika masih ada pasti para lansia yang masih sabar menekuni kerajinan ini. Keterbatasan kemampuan karena bertambahnya umur juga menjadi alasan semakin menurunnya produktifitas mereka sebagai pengrajin.
Bukan karena perubahan zaman saja yang menyebabkan barang kerajinan anyam kurang diminati, namun jika dilihat dari harganya, mahalnya barang kerajinan anyam yang mencapai puluhan bahkan ratusan ribu perbuah, mungkin jadi alasan bagi masyarakat untuk mengganti barang kerajinan tersebut dengan barang-barang yang lebih modis dan murah. Selain dari harganya yang cukup tinggi, waktu yang cukup lama untuk pembuatan barang kerajinan ini juga turut mempengaruhi antusiasme para pengrajin untuk memproduksinya.
Upaya pemerintah kota Kudus, untuk mencoba melestarikan seni anyam inipun pernah dilakukan juga. Sempat pernah disalah satu sekolah mengadakan pelatihan seni anyam bambu ini, yang diampu langsung oleh salah satu pengrajin anyam dari desa Jepang Pakis, Mejobo Kudus. Namun para siswa yang mengikuti pelatihan tersebut mengaku menyerah karena mereka tidak ada yang berhasil dengan baik, rata-rata mereka mengeluh capek karena prosesnya terlalu lama. Dengan demikian, bagaimanapun usaha pemerintah untuk kembali nguri-nguri budaya bangsa, sementara anak bangsanya sendiri tidak ada yang berminat sama halnya melakukan pekerjaan sia-sia.
Jika ditanya mengenai keberadaan seni kerajinan di Kudus, sudah pasti tumpukan benda-benda tak bernyawa ini juga memiliki beribu arti yang luar biasa. Namun ironisnya, kekayaan ini lama kelamaan mulai menghilang seiring perkembangan zaman.







BAB III
PEMBAHASAN

A.     Keberadaan Seni Anyam Bambu di Desa Jepang Pakis
Budaya bagian terpenting dari sebuah kehidupan. Namun sayang, banyak kebudayaan di kabupaten Kudus ini yang mulai surut dari peredarannya. Salah satunya adalah kerajinan bambu khas Kudus. Memasuki kawasan desa Jepang Pakis, hampir sebagian penduduknya berprofesi sebagai pengrajin kerajinan anyam bambu. Rata-rata mereka membuat bambu-bambu itu untuk membuat peralatan rumah tangga.
Mulai pagi menginjak sore, tangan-tangan ulet itu enggan lepas dari anyaman bambu. Mereka bekerja seolah ingin berkata bahwa desanyalah penghasil industri kerajinan bambu di kabupaten Kudus. Tetapi suara itu jarang terdengan sama sekali oleh pemerintah atau orang-orang di sekelilingnya. Sehingga kerajinan-kerajinan khas Kudus ini sedikit demi sedikit harus mengikis.
Padahal dulu barang-barang kerajinan anyam bambu tersebut sempat menjadi primadona di tengah-tengah masyarakat. Masyarakat sangat mengandalkan barang kerajinan anyam bambu untuk melakukan kegiatannya sehari-hari. Seperti memasak, bertani, berkebun dan beternak, tetapi sekarang keadaan seperti itu sudah jarang dijumpai. Sebab seiring perkembangan zaman, barang kerajinan anyam bambu seperti besek, ekrak, kepang dan anyaman bambu lainnya kini terdesak oleh barang-barang yang berfungsi sejenis yang terbuat dari plastik yang diolah secara modern.
Hal ini menunjukkan dampak negatif bagi keberadaan seni anyam bambu di desa tersebut. Seni anyam bambu yang semula pernah diproduksi di sebuah pabrik, sekarang menjadi home industry (produksi rumahan). Bahkan usaha ini semakin memprihatinkan karena home industry tersebut beroperasi jika ada pesanan saja. Disamping itu, kenaikan harga BBM membuat pengrajin anyam bambu semakin terpuruk karena harga jual kerajinannya semakin mahal.
Meski saat ini masih ada orang-orang yang bisa membuat kerajinan bambu, namun dikhawatirkan lima sampai enam tahun kedepan, kerajinan ini akan musnah jika tidak diperhatikan. Selain karena sudah ada barang-barang produk modern, juga tidak adanya generasi yang nguri-nguri (menghidupkan) dan meneruskan kerajinan tradisional ini.

B.     Pengaruh Seni Anyam Bambu Terhadap Perekonomian Masyarakat di Desa Jepang Pakis
Dahulu kerajinan seni anyam bambu di desa Jepang Pakis menjadi sumber mata pencaharian utama dalam kehidupan masyarakat tersebut. Sebelum adanya globalisasi, masyarakat di kota Kudus hidup secara tradisional. Semua peralatan penunjang aktivitasnya sehari-hari menggunakan peralatan yang berbahan dari alam, salah satunya bambu yang tumbuh subur di kota Kudus. Sehingga keadaan tersebut memberikan dampakpositif terhadap kelangsungan kerajinan anyam bambu terutama di desa Jepang Pakis.
Keadaan ini sangat berpengaruh terhadap perekonomian masyarakat. Karena banyaknya masyarakat yang membutuhkan barang kerajinan anyam, maka banyak masyarakat Jepang Pakis yang memanfaatkan keahliannya untuk membuat barang kerajinan tersebut. Rata-rata penduduk Jepang Pakis mahir membuat kerajinan anyam bambu, baik tua maupun muda, karena tradisi seni tersebut diwariskan secara turun temurun.
Sejak saat itu desa Jepang Pakis menjadi sentral kerajinan seni anyam di Kudus. Dan perekonomian masyarakat setempat mengalami perubahan drastis. Sehingga dapat dinyatakan kehidupan masyarakat meningkat saat itu. Masyarakat merasa mendapat pemasukan tambahan karena barang kerajinan yang mereka hasilkan banyak yang membutuhkan, sehingga mereka berlomba-lomba memproduksi barang kerajinan tersebut.
Namun, keadaan tersebut tidak berlangsung lama. Setelah adanya globalisasi, sejalan dengan itu pula peralatan teknologi hadir dengan menawarkan multi fungsi yang akhirnya membuat orang cenderung untuk hidup instan dan murah. Mulai saat itulah barang-barang produk modern yang berbahan plastik yang mempunyai fungsi sejenis beredar di pasaran. Sehingga kerajinan bambu produksi masyarakat semakin kalah bersaing dengan produk modern yang diklaim lebih murah dan menyediakan berbagai modelpilihan.
Akibatnya, pabrik yang semula kegiatannya memproduksi kerajinan anyam bambu itu harus gulung tikar. Sebab barang yang diproduksi tidak laku. Maka sudah dipastikan kerajinan seni anyam yang sempat menjadi sumber penghidupan utama itu sekarang luntur dan secara otomatis perekonomian masyarakat menurun.

C.     Faktor Pendukung dan Faktor Penghambat

·        Faktor Pendukung
Ada beberapa faktor pendukung yang dapat membantu kelestarian seni anyam yang menjadi salah satu budaya di kota Kudus, diantaranya :
1.      Seni anyam di desa Jepang Pakis diwariskan secara turun temurun
2.      Adanya konsumen yang masih tetap setia dengan barang kerajinan anyam bambu meskipun sedikit
3.      Adanya kesabaran dan keuletan dalam membuat berbagai barang kerajinan anyam bambu
4.      Adanya beberapa pengrajin yang bersedia membuka lapangan pekerjaan. Sehingga memberi peluang bagi masyarakat di sekitar untuk bekerja. (Subadi, 10 Oktober, Jepang Pakis)


·              Faktor Penghambat
Ada beberapa faktor penghambat yang dapat memberikan dampak negatif dalam proses produksi kerajinan seni anyam bambu ini, diantaranya:
1.      Harga bambu yang menjadi bahan baku naik tajam sehingga membuat harga jual kerajinan seni anyam bambu menjadi mahal.
2.      Munculnya produk modern yang menarik perhatian konsumen.
3.      Terhambatnya proses produksi karena pengrajin anyam bambu mengalami keterlambatan modal.
4.      Banyak pengrajin anyam bambu yang beralih profesi.
5.      Barang-barang kerajinan tergeser kedudukannya sehingga dikhawatirkan kerajinan tersebut akan punah.
6.      tidak hanya generasi yang nguri-nguri (menghidupkan) dan meneruskan kerajinan tradisional ini. (Subadi, 10 Oktober, Jepang Pakis)












BAB IV
PENUTUP

A.           Kesimpulan
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa :
1.      Kemajuan IPTEK membawa dampak negatif bagi keberadaan seni anyam bambu di desa Jepang Pakis
2.      Sejak munculnya barang-barang produk modern, barang hasil kerajinan anyam bambu tergeser dari pasaran sehingga menyebabkan pendapatan masyarakat mengalami penurunan
3.      Harga bahan baku yang kian melambung tinggi menjadi kendala utama dalam penyediaan bahan baku.
B.           Saran
Dalam uraian ini penulis ingin mengemukakan beberapa saran. Adapun saran yang ingin penulis sampaikan antara lain :
1.      Untuk tetap melestarikan seni anyam bambu hendaknya dibentuk sebuah lembaga desa yang bisa memasarkan hasil produksi anyaman bambu.
2.      Bagi para pengrajin hendaknya berusaha lebih kreatif lagi dalam membuat anyaman bambu.